
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ, إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ… (رواه النسائي يرقم 1560, وابن ماجه في مقدمة السنن برقم 45)
Kamis, 28 Juni 2012
Petunjuk Praktis Hukum dan Kaifiyah Shalat Beserta Dalil-Dalilnya

Agama Islam Adalah Agama Yang Haq Yang Dibawa Oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

As Salafiyah

Berkembangnya dakwah Salafiyyah di kalangan masyarakat dengan pembinaan yang mengarah kepada perbaikan ummat di bawah tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa alihi wa sallam adalah suatu hal yang sangat disyukuri. Akan tetapi di sisi lain, orang-orang menyimpan dalam benak mereka persepsi yang berbeda-beda tentang pengertian Salafiyah itu sendiri sehingga bisa menimbulkan kebingunan bagi orang-orang yang mengamatinya, maka untuk itu dibutuhkan penjelasan yang jelas tentang hakikat Salafiyah itu. Mohon keterangannya!
Selasa, 26 Juni 2012
Kemuliaan, Hanya dengan Kembali kepada Manhaj Salaf

Saudaraku, semoga Allah menyadarkan hati kita dari kelalaian dan penyimpangan, sesungguhnya kemuliaan yang didambakan oleh kaum muslimin tidak akan pernah diraih kecuali dengan menjunjung tinggi ajaran al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang tidak berbicara dengan hawa nafsunya- telah mengabarkan kepada kita, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat sebagian orang dengan sebab kitab ini dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan sebab kitab ini pula.” (HR. Muslim)
Barang siapa yang menyangka kebangkitan dan kemuliaan Islam akan bisa diraih dengan meninggalkan al-Qur’an dan memecah belah kaum muslimin menjadi bergolong-golongan serta membiarkan mereka hanyut dalam kebid’ahan maka sungguh dia telah salah. Sebab Allah jalla wa ‘ala –yang ucapannya adalah ucapan yang paling jujur dan paling sesuai dengan realita- telah berfirman (yang artinya),
“Barang siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalan selain jalan orang-orang yang beriman(pada saat ayat diturunkan orang beriman yg dimaksud adalah para sahabat) maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’: 115).
Maka mengikuti jalan para sahabat –yang mereka itu adalah jajaran terdepan kaum mukminin pengikut Nabi- merupakan sebuah keniscayaan. Inilah jembatan emas yang akan mengantarkan kaum muslimin yang cinta kepada Allah dan rasul-Nya untuk meraih surga di akhirat dan kejayaan di dunia.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya dan Allah sediakan untuk mereka surga-surga, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100). Inilah ayat yang akan memecahkan telinga para hizbiyyun dan ahli bid’ah. Sebuah ayat yang meleraikan segala pertikaian yang dikobarkan oleh syaitan dari kalangan jin dan manusia di tengah-tengah barisan umat Islam. Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan dan jangan kalian mereka-reka ajaran baru. Sebab sesungguhnya kalian telah dicukupkan dengan tuntunan yang ada.”
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang sesuatu hal maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir…” (QS. an-Nisa’: 58-59). Maka mengikuti pemahaman para sahabat dalam beragama merupakan sebuah keniscayaan. Bagaimana tidak? Sementara mereka adalah orang yang paling paham tentang sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan orang-orang yang paling besar pembelaannya kepada perjuangan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita tidak bisa menemukan solusi semata-mata dengan mencomot ayat dan hadits –untuk membela pendapat kita- tanpa mengikuti metode para sahabat dalam memahami dalil-dalil yang ada. Sebuah generasi yang telah mendapatkan tazkiyah/rekomendasi dari utusan Rabb semesta alam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian sesudahnya, dan kemudian sesudahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Senin, 25 Juni 2012
Manhaj Salaf dalam Akidah
Oleh Syaikh ‘Abdussalam bin Salim As Suhaimi
Manhaj generasi Salafus Shalih dalam masalah aqidah secara ringkas adalah sebagai berikut:
- Membatasi sumber rujukan dalam masalah aqidah hanya pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta memahaminya dengan pemahaman Salafus Shalih
- Berhujjah dengan hadits-hadits shahih dalam masalah aqidah, baik hadits-hadits tersebut mutawatir maupun ahad.
- Tunduk kepada wahyu serta tidak mempertentangkannya dengan akal. Juga tidak panjang lebar dalam membahas perkara gaib yang tidak dapat dijangkau oleh akal.
- Tidak menceburkan diri dalam ilmu kalam dan filsafat
- Menolak ta’wil yang batil
- Menggabungkan seluruh nash yang ada dalam membahas suatu permasalahan [1]
Imam Al Barbahari rahimahullah berkata:
واعلم
رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال
وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً يهواك فتمرق من الدين فتخرج من
الإسلام فإنه لا حجة لك فقد بين رسول الله صلى الله عليه وسلم لأمته السنة وأوضحها
لأصحابه وهم الجماعة وهم السواد الأعظم والسواد الأعظم الحق وأهله
“Ketahuilah saudaraku, semoga Allah merahmatimu, bahwa agama Islam itu
datang dari Allah Tabaaraka Wa Ta’ala. Tidak disandarkan pada akal
atau pendapat-pendapat seseorang. Janganlah engkau mengikuti sesuatu hanya
karena hawa nafsumu. Sehingga akibatnya agamamu terkikis dan akhirnya keluar
dari Islam. Engkau tidak memiliki hujjah. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam telah menjelaskan As Sunnah kepada ummatnya, dan juga kepada para
sahabatnya. Merekalah (para sahabat) As Sawaadul A’zham. Dan As
Sawaadul A’zham itu adalah al haq dan ahlul haq” [2].Sebelum itu, beliau juga berkata:
والأساس
الذي تبني عليه الجماعة وهم أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم وهم أهل السنة والجماعة
فمن لم يأخذ عنهم فقد ضل وابتدع وكل بدعة ضلالة
“Pondasi dari Al Jama’ah adalah para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Merekalah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Barang siapa yang cara
beragamanya tidak mengambil dari mereka, akan tersesat dan berbuat bid’ah.
Padahal setiap bid’ah itu kesesatan” [3].Beliau juga berkata:
قال عمر
بن الخطاب رضي الله عنه : لا عذر لأحد في ضلالة ركبها حسبها هدى ولا في هدى تركه
حسبه ضلالة فقد بُينت الأمور وثبتت الحجة وانقطع العذر وذلك أن السنة والجماعة قد
أحكما أمر الدين كله وتبين للناس فعلى الناس الإتباع
“Umar bin Al Khattab Radhiallahu’anhu berkata: Tidak ada toleransi
bagi seseorang untuk melakukan kesesatan, karena petunjuk telah cukup baginya.
Tidaklah seseorang meninggalkan petunjuk agama, kecuali baginya kesesatan.
Perkara-perkara agama telah dijelaskan, hujjah sudah ditetapkan, tidak ada lagi
toleransi. Karena As Sunnah dan Al Jama’ah telah menetapkan hukum agama
seluruhnya serta telah menjelaskannya kepada manusia. Maka bagi manusia
hendaknya mengikuti petunjuk mereka” [4].—
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
—
[1] Diringkas oleh syaikh dari kajian kitab Al Minhaj yang diasuh oleh Syaikh Abdullah Al ‘Ubailan. Dan poin-poin ini sudah ma’lum dari pengamatan terhadap manhaj para salafus shalih
[2] Syarhus Sunnah, 1/66.
[3] Syarhus Sunnah, 1/65.
[4] Syarhus Sunnah, 1/66.
Sumber: http://www.almenhaj.net/tawheed/text.php?linkid=7621
Langganan:
Postingan (Atom)